Jumat, 27 Desember 2013

Aplikasi Teori belajar




    A.    Aplikasi Teori Belajar Kognitif
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.         Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2.         Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3.         Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena dengan hanya mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.         Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
5.         Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6.         Belajar memahami akan lebih bermaknsa daripada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dandihubungkan dengan pengetahuan yang telahdimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
7.         Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajra siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.

    B.     Aplikasi Teori Belajar Sosial Moral
Menurut pandangan pemikir islam yang terkenal pada abad ke-14 yaitu Ibnu Khaldun bahwa  perkembangan anak-anak hendaklah diarahkan dari perkara yang mudah kepada perkara yang lebih sulit mengikuti peringkat-peringkat dan anak-anak hendaklah diberikan dengan contoh-contoh yang konkrit yang dapat difahami melalui pancaindera. Menurut Ibnu Khaldun, anak-anak hendaklah diajari dengan lemah lembut dan bukannya dengan kekerasan. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa anak-anak tidak boleh dibebani dengan perkara-perkara yang di luar kemampuan mereka, karena hal tersebut akan menyebabkan anak-anak tidak mau belajar dan memahami pengajaran yang disampaikan.
Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan hadiah (reward) dan hukuman (punishment). Dasar pemikirannya, sekali seorang peserta didik mempelajari perbedaan antara perilaku-perilaku yang menghasilkan hadiah (reward) dengan perilaku-perilaku yang mengakibatkan hukuman (punishment), sehingga dia bisa memutuskan sendiri perilaku mana yang akan dia perbuat. Komentar orang tua/guru: ketika menghadiahi/menghukum peserta didik merupakan faktor yang penting untuk proses penghayatan peserta didik tersebut terhadap moral baku (patokan-patokan moral). Orang tua dan guru diharapkan memberi penjelasan agar peserta didik tersebut benar-benar paham mengenai jenis perilaku mana yang menghasilkan ganjaran dan jenis perilaku mana yang menimbulkan sangsi. Reaksi-reaksi seorang peserta didik terhadap stimulus yang ia pelajari adalah hasil dari adanya pembiasaan merespons sesuai dengan kebutuhan. Melalui proses pembiasaan merespons (conditioning) ini, akan timbul pemahaman bahwa ia dapat menghindari hukuman dengan memohon maaf yang sebaik-baiknya agar kelak terhindar dari hukuman.
Di sisi lain, orang tua dan guru diharapkan memainkan peran penting sebagai seorang model/tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi peserta didik. Misalnya, seorang peserta didik mengamati model gurunya sendiri yang sedang melakukan sebuah perilaku sosial, seperti menerima tamu, lalu perbuatan menjawab salam, berjabat tangan, beramah-tamah, dan seterusnya yang dilakukan model itu diserap oleh memori peserta didik tersebut. Diharapkan, cepat/lambat peserta didik tersebut mampu meniru sebaik-baiknya perbuatan sosial yang dicontohkan oleh model itu. Kualitas kemampuan peserta didik dalam melakukan perilaku sosial hasil pengamatan terhadap model tersebut, antara lain bergantung pada ketajaman persepsinya mengenai ganjaran dan hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ia tiru dari model tadi. Selain itu, tingkat kualitas peniruan tersebut juga bergantung pada persepsi peserta didik yaitu siapa yang menjadi model. Semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas peniruan perilaku sosial dan moral peserta didik tersebut. Jadi dalam belajar sosial, anak belajar karena contoh lingkungan. Interaksi antara anak dengan lingkungan akan menimbulkan pengalaman baru bagi anak-anak. Sebagai contoh keagresifan anak mungkin saja disebabkan oleh tayangan kekerasan dalam film-film laga di Televisi. Cara memakai baju dari para siswa yang ketat, tidak rapi, gaya bicara yang prokem mungkin juga akibat nonton tayangan sinetron di televisi. Anak-anak yang konsumerisme/suka jajan mungkin juga pengaruh lingkungan yang memberikan contoh konsumerisme. Bagaimanapun, orang tua dan guru harus dapat memberikan contoh dan panutan bagi anak-anak dalam menghadapi berbagai interaksi sosial dan moral di masyarakat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar